Yunianto Tri Atmojo

Let\’s change for the better future!

Nikah Mut’ah

Pengertian Mut’ah
Mut’ah berasal dari kata tamattu’ yang berarti bersenang-senang atau menikmati. Adapun secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewariri antara keduanya meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mu’ah itu. (Fathul Bari 9/167, Syarah shahih muslim 3/554, Jami’ Ahkamin Nisa’ 3/169).

Hukum Nikah Mut’ah
Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan, sebagaimana yang tercantum dalam banyak hadits diantaranya: 

Hadits Abdullah bin Mas’ud: “berkata: Kami berperang bersama Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedangkan kami tidak membawa istri istri kami, maka kami berkata bolehkan kami berkebiri? Namun Rasululloh melarangnya tapi kemudian beliau memberikan kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu”. (HR. Bukhari 5075, Muslim 1404). 

Hadits Jabir bin Salamah: “Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata: Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah”. (HR. Bukhari 5117).

Namun hukum ini telah dimansukh dengan larangan Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikah mut’ah sebagaimana beberapa hadits diatas. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat kapan diharamkannya niakh mut’ah tersebut dengan perselisihan yang tajam, namun yang lebih rajih-Wallahu a’lam– bahwa

Mungkin sebagian kita pernah mendengar ada seorang muslimah yang sangat aktif berdakwah dan berkumpul dalam kelompok-kelompok dakwah mengidap penyakit kemaluan semacam spilis atau lainnya. Itu bukan sesuatu yang mustahil terjadi, kita tidak mengatakannya karena terjerumus ke dalam lembah hitam pelacuran, karena hal itu sangat jauh untuk di lakukan oleh mereka meskipun tidak mustahil, akan tetapi hal ini terjadi di sebabkan praktek nikah mut’ah atau nikah kontrak yang sesungguhnya telah dilarang dalam syariat Islam, yang mana nikah model ini membuat seorang wanita boleh bergonta ganti pasangan dalam nikah mut’ahnya.

Mencermati fenomena yang sebenarnya sudah lama terjadi ini terutama di dunia kampus yang sudah kerasukan virus pemirikan nikah mut’ah, maka marilah kita berdoa semoga melalui tulisan ini Alloh Subhanallohu wa Ta’ala memberikan petunjuk-Nya kepada kita menuju jalan yang lurus.

Pengertian Mut’ah
Mut’ah berasal dari kata tamattu’ yang berarti bersenang-senang atau menikmati. Adapun secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewariri antara keduanya meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mu’ah itu. (Fathul Bari 9/167, Syarah shahih muslim 3/554, Jami’ Ahkamin Nisa’ 3/169).

Hukum Nikah Mut’ah
Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan, sebagaimana yang tercantum dalam banyak hadits diantaranya: 

Hadits Abdullah bin Mas’ud: “berkata: Kami berperang bersama Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedangkan kami tidak membawa istri istri kami, maka kami berkata bolehkan kami berkebiri? Namun Rasululloh melarangnya tapi kemudian beliau memberikan kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu”. (HR. Bukhari 5075, Muslim 1404). 

Hadits Jabir bin Salamah: “Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata: Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah”. (HR. Bukhari 5117).

Namun hukum ini telah dimansukh dengan larangan Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikah mut’ah sebagaimana beberapa hadits diatas. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat kapan diharamkannya niakh mut’ah tersebut dengan perselisihan yang tajam, namun yang lebih rajih-Wallahu a’lam– bahwa nikah mut’ah diharamkan pada saat fathu makkah tahun 8 Hijriyah. Ini adalah tahqiq Imam Ibnul Qoyyim dalam zadul Ma’ad 3/495, Al-Hafidl Ibnu Hajar dalam fathul bari 9/170, Syaikh Al-Albani dalam irwaul Ghalil 6/314.

Telah datang dalil yang amat jelas tentang haramnya nikah mut’ah, diantaranya: 
Hadits Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu: “Dari Ali bin abi Thalib berkata: Sesungguhnya Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging himar jinak pada perang khaibar” (HR. Bukhari 5115, Muslim 1407). 

Hadits Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani Radiyallahu ‘anhu: “berkata:Rasululloh Shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah mut’ah pada waktu fathu makkah saat kami masuk Makkah kemudian beliau melarang kami sebelum kami keluar dari makkah. Dan dalam riwayat lain: Rasululloh bersabda: Wahai sekalian manusia, sesunggunya dahulu saya telah mengizinkan kalian nikah mut’ah dengan wanita. Sekarang Alloh telah mengharamkannya sampai hari kiamat, maka barangsiapa yang memiliki istri dari mut’ah maka hendaklah diceraikan” (HR. Muslim 1406, Ahmad 3/404). 

Hadits Salamah bin Akhwa Radiyallahu ‘anhu: “berkata:Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan keringanan keringanan untuk mut’ah selama tiga hari pada perang authos kemudian melarangnya” (HR. Muslim 1023).

Syubhat dan Jawabannya

Orang-orang yang berusaha untuk meracuni umat islam dengan nikah mut’ah, mereka membawa beberapa syubhat untuk menjadi tameng dalam mempertahankan tindakan keji mereka, tetapi tameng itu terlalu rapuh. Seandainya bukan karena ini telah mengotori fikiran sebagian pemuda ummat Islam maka kita tidak usah bersusah payah untuk membantahnya. Syubhat tersebut adalah 

Pemikiran Mereka Yang Menafsirkan bahwa:
Firman Alloh Ta’ala: “Maka apabila kalian menikahi mut’ah diantara mereka (para wanita) maka berikanlah mahar mereka” (QS. An-Nisa: 24).
Juga karena Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam jelas pernah membolehkan nikah mut’ah, padahal beliau tidak mungkin berbicara dengan dasar hawa nafsu akan tetapi berbicara dengan wahyu, dan oleh karena ayat ini adalah satu-satunya ayat yang berhubungan dengan nikah mut’ah maka hal ini menunjukkan akan halalnya nikah mut’ah. (Lihat Al-Mut’ah fil Islam oleh Al-Amili hal 9).

Jawaban Atas Syubhat ini adalah:
Memang sebagian ulama’ manafsirkan istamta’tum dengan nikah mut’ah, akan tetapi tafsir yang benar dari ayat ini apabila kalian telah menikahi wanita lalu kalian berjima’ dengan mereka maka berikanlah maharnya sebagaimana sebuah kewajiban atas kalian.

Berkata Imam Ath Thabari setelah memaparkan dua tafsir ayat tersebut: Tafsir yang paling benar dari ayat tersebut adalah kalau kalian menikahi wanita lalu kalian berjima’ dengan mereka maka berikanlah maharnya, karena telah datang dalil dari Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam akan haramnya nikah mut’ah. (Tafsir Ath-Thabati 8/175).

Berkata Imam Al-Qurthubi: Tidak boleh ayat ini digunakan untuk menghalalkan nikah mut’ah karena Rasululloh Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah mengharamkannya. (tafsir Al-Qurthubi 5/132).

Dan kalau kita menerima bahwa makna dari ayat tersebut adalah nikah mut’ah maka hal itu berlaku di awal Islam sebelum diharamkan. (Al-Qurthubi 5/133, Ibnu Katsir 1/474). 

Kesalahan Pemikiran Pendukung Nikah Mut’ah  Berikutnya adalah: 
Hadits Abdullah bin Mas’ud, Jabir bin Abdullah dan Salamah bin Akwa’ diatas menunjukkan bahwa nikah mut’ah halal.

Maka Jawaban atas Hal ini adalah:
Semua hadits yang menunjukkan halalnya nikah mut’ah telah di mansukh. Hal ini sangat jelas sekali dengan sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang artinya: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya dahulu saya telah mengizinkan kalian mut’ah dengan wanita. Sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat”

Berkata Imam Bukhari (5117) setelah meriwayatkan hadits Jabir dan Salamah: Ali telah menjelaskan dari Rasululloh bahwa hadits tersebut dimansukh. 

Syubhat Berikutnya adalah:
Sebagian para sahabat masih melakukan nikah mut’ah sepeninggal Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai umar melarangnya, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat, diantaranya:
Dari jabir bin Abdullah berkata: Dahulu kita nikah mut’ah dengan mahar segenggam kurma atau tepung pada masa Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa sallam juga Abu Bakar sampai umar melarangnya.(Muslim 1023).

Jawaban bagi Seorang Muslim yang Taat Kepada Alloh Ta’ala:
Riwayat Jabir ini menunjukkan bahwa beliau belum mengetahui terhapusnya kebolehan mut’ah. Berkata Imam Nawawi: Riwayat ini menunjukkan bahwa orang yang masih melakukan nikah mut’ah pada Abu bakar da Umar belum mengetahui terhapusnya hukum tersebut. (Syarah Shahih Muslim 3/555, lihat pula fathul bari, zadul Ma’ad 3/462). 

Perkataan yang salah dari salah seorang tokoh Nikah Mut’ah kontermporer:
Tidak senua orang mampu untuk menikah untuk selamanya terutama para pemuda karena berbagai sebab, padahal mereka sedang mengalami masa puber dalam hal seksualnya, maka banyaknya godaan pada saat ini sangat memungkinkan mereka untuk terjerumus ke dalam perbuatan zina, oleh karena itu nikah mut’ah adalah solusi agar terhindar dari perbuatan keji itu. (lihat Al-Mut’ah fil Islam oleh husan Yusuf Al-Amili hal 12-14).

Jawaban atas Syubhat ini adalah:
Ucapan ini salah dari pangkal ujungnya, cukup bagi kita untuk mengatakan tiga hal ini :
Pertama: bahwa mut’ah telah jelas keharamannya, dan sesuatu yang haram tidak pernah di jadikan oleh Allah sebagai obat dan solusi.
Kedua: ucapan ini Cuma melihat solusi dari sisi laki-laki yang sedang menggejolak nafsunya dan tidak memalingkan pandangannya sedikitpun kepada wanita yang dijadikannya sebagai tempat pelampiasan nafsu syahwatnya, lalu apa bedanya antara mut’ah ini dengan pelacuran komersil????
Ketiga: islam telah memberikan solusi tanpa efek samping pada siapapun yaitu pernikahan yang bersifat abadi dan kalau belum mampu maka dengan puasa yang bisa menahan nafsunya, sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang artinya: “Wahai para pemuda, barang siapa yang mampu menikah maka hendaklah menikah, karena itu lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena itu bisa menjadi tameng baginya”.
(HR. Bukhari 5066, Muslim 1400). Wallahu a’lam.

 

Desember 29, 2006 Posted by | Articles of Interest | 6 Komentar

Merawat Baterai Laptop

, Notebook kini kerap menjadi piranti pilihan banyak orang untuk membantu berbagai aktifitas sehari-hari. Meskipun demikian, ternyata tak semua pemilik ataupun pengguna notebook tahu bagaimana memperlakukan notebook dan baterainya dengan baik dan benar.

Komisi Keamanan Produk Konsumer Amerika telah mencatat setidaknya tak kurang dari 47 kasus notebook yang berasap atau terbakar, sejak Januari 2001 hingga Agustus 2006. Demikian seperti dikutip detikINET dari InfoZine, Minggu (1/10/2006) :

Berikut ini beberapa tips yang diramu dari lansiran komisi tersebut:

– Jangan gunakan baterai dan charger notebook yang tidak kompatibel. Jika tidak yakin dengan kompatibilitas baterai pengganti ataupun charger yang digunakan, hubungi bagian layanan dari produsen notebook terkait.

– Baterai notebook dapat menjadi panas dalam pemakaian normal sekalipun. Jangan gunakan notebook sambil diletakkan di pangkuan Anda.

– Ketika menggunakan notebook, hindari meletakkan notebook pada permukaan yang lunak / lembut, semisal pada sofa, tempat tidur atau karpet. Sebab permukaan seperti itu akan menghambat aliran udara di bagian bawah notebook dan dapat menimbulkan overheating.

– Cegah terjadinya kontak pada dudukan baterai yang longgar dengan berbagai jenis obyek terbuat dari metal, seperti penjepit kertas, koin tipis, dan sebagainya.

– Baterai notebook, termasuk notebook itu sendiri tentunya, jangan sampai terjadi tekanan yang berlebihan yang diakibatkan karena terjatuh, terbentur, terhimpit ataupun tertumpuk oleh benda berat di atasnya. Hal tersebut akan mengakibatkan sirkuit di dalam baterai menjadi rentan terjadi hubungan arus pendek (korslet) yang kemudian mengakibatkan overheating.

– Jangan letakkan notebook di aera yang dapat menjadi sangat panas, semisal di bawah terik matahari ataupun di dalam mobil yang diparkir cukup lama di tempat terbuka saat siang hari.

– Menjadi basah atau terkena air, adalah hal yang harus dihindari dari notebook ataupun baterainya. Meskipun nantinya akan mengering dan dapat berfungsi normal, sirkuit di dalam notebook ataupun baterai secara perlahan akan berkarat dan membuat rentan keselamatan penggunanya.

– Pastikan Anda memahami cara menggunakan, menyimpan dan men-charge baterai dan notebook yang telah tertulis di dalam buku manual.

Desember 22, 2006 Posted by | Tips and Tricks | 71 Komentar

Menalar Tuhan

Meneruskan tulisan tentang anak-anak muda kita yang atheis, saya ingin mengungkapkan beberapa segi lain supaya ada gambaran lebih jelas.
Ada dua hal, sementara apa yang menjadi ancang-ancang penulisan ini. Pertama, pengembaraan tema seperti ini sesungguhnya membutuhkan analisa-analisa yang memperhatikan segi theologis, psikologis, dan faktor-faktor kesejahteraan tertentu yang multi-konteks.

Namun, dengan tulisan ini saya membayangkan sedang omong-omong karib saja dengan Bapak-Ibu, saudara dan sahabat-sahabat di rumah-rumah kampung, di daerah-daerah, desa-desa. Kita ngobrol sederhana saja. Kedua, tema ini amat sensitif untuk situasi politik keagamaan di negeri kita, dan (harus kita akui) ia lebih sensitif lagi di kalangan ummat islam, ya kita-kita ini. Trauma G.30.S – lepas dari bagaimana sesungguhnya data – kesejarahannya – telah menumbuhkan dikalangan masyarakat suatu ketidaksenangan dengan kadar amat tinggi terhadap atheisme.

Ini merupakan tema tersendiri, tetapi yang terpenting dengan tulisan ini saya berada jauh dari menyarankan suatu kebencian. Anak-anak selalu dilahirkan hanya oleh ibunya, artinya setiap gejala selalu merupakan tahap proses dari gejala sebelumnya. Ibu yang baik akan memperlakukan setiap gejala, seberbahaya apapun, dengan penglihatan yang jernih, hati penuh kesabaran, dan cinta kasih. Kebijaksanaan tak pernah kehabisan alasan untuk tak bersyukur : Maha Suci Allah bahwa mereka sempat membenci-Nya dan lantas tak mempercayai-Nya, bahkan tak percaya bahwa Ia ada. Kebencian, ketidakpercayaan dan negasi, adalah satu bentuk hubungan, suatu model mu’amalah ma’allah juga, meskipun arah prinsipnya bisa seakan-akan menggambarkan keadaan putus, serta meskipun si pelakunya sendiri tak pernah mengakui bahwa itu suatu bentuk perhubungan dengan Allah. Tentu saja, demikian absolutnya Allah, sehingga baik orang yang mengakui-Nya, tak pernah sedetik pun pernah terlepas dari kaitan dengan-Nya, meskipun seseorang bisa tak tahu dan tak mengenal keterkaitan itu. Jadi, demikian Abdurrahman Wahid, pernah berkata, jangan dimaki kalau mereka membenci dan tak mempoercayai Tuhan, siapa tahu itu adalah proses menuju cinta yang mutlak mempercayai-Nya, lebih dari sebelumnya.

Alhasil, kita diuji.

Mari kita lihat petanya. Harus dibedakan antara tak percaya kepada Tuhan dengan tak percaya adanya Tuhan. Yang pertama dalam keadaan di mana seseorang tetap (masih) percaya akan adanya Tuhan, tapi tak mempercayai, misalnya, peranan Tuhan , janji-janji-Nya, juga sifat-sifat-Nya, dalam kenyataan hidup manusia. Ini barangkali merupakan semacam rasa sakit hati kesejarahan, muncullah rasa putus asa bahwa problematika ruwet kehidupan ummat manusia ini akan bisa diatasi. Di kalangan mahasiswa yang ilmu pengetahuannya luwes itu, umpamanya, masih ada pertanyaan yang sangat permukaan tentang keadilan Tuhan : kalau memang Tuhan itu adil, kenapa ada kelompok masyarakat miskin dan ada yang kaya, juga kenapa semua itu dibiarkan terus.

Kita semua mengerti ini adalah pemahaman yang sangat belum memadai tentang hakekat dan nilai keadilan, apalagi nilai ketuhanan itu sendiri . Tetapi yang penting kecendrungan ini bisa mengarah kepada sikap yang kedua yakni tak percaya adanya Tuhan.

Namun sebelum membicarakan itu, kita sebut dulu kecenderungan lain yakni tak percaya pada Tuhan, ini bisa sekedar ketidak kepercayaan bahwa agama dapat memecahkan problem kehidupan manusia, misalnya soal kemiskinan, tapi juga ketidak percayaan bahwa agama itu datanag dari tuhan, dari golongan ini agama tak lebih dari rekayasa manusia biasa, bikin- bikinan orang yang menyebut dirinya sebagai nabi atau rosul. Tetapi tidak selaludengan nada negati. Bisa saja dikatakan bahwa agama itu dibikin sebagai alat untuk melawan sesuatu  umpamanya melawan perbudakan dan kebodohan di zaman Muhammad, melawan penindasan dizaman Isa, dan melawan diskriminasi rasial dizaman Musa . Namun demikian, golongan ini pada umumnya tidak percaya bahwa agama bisa merupakan  alternatif jalan keluar bagi masalah-masalah yang mendera dalam sejarah. Katakanlah ia bukan sebagai ideologi sosialisme yang tampil mengantiasifasi  kapitalisme, orang-orang ini dengan itikad baik, biasa mengatakan “Agama tak apa-apa ada, asal dia membela kebenaran dan kebaikan”.

Ini gambaran globalnya. Alhasil ada orang yang tak percaya kemampuan agama dan peranan Tuhan.
Ada orang yang tak percaya kepada keabsyahan keagamaan seperti yang dianut oleh kaum beragama, serta tak percaya kepada adanya Tuhan.
Ada orang yang tak percaya kepada peranan agama tapi berharap kepada fungsi Tuhan.
Ada juga orang yang tak percaya kepada adanya Tuhan namun tetapi memiliki kepercayaan terhadap nilai-nilai agama. Yang tak ada tentu saja adalah orang yang tak percaya orang yang tak percaya dengan adanya Tuhan, tetapi percaya kepada fungsi Tuhan. Ia tak berharap terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak ada. Namun jangan lupa bahwa ada orang yang tak percaya kepada tuhan maupun tentang keabsyahan agam, tetapi ia menaruh kepercayaan terhadap orang -orang beragama. Ia, di dalam dirinya, menilai tatanan nilai tersendiri. Sebutkan saja contoh, ia berpegang kepada nilai demokrasi : bisa saja ia jumpai potensi nilai tersebut didalam diri orang lain yang “kebetulan” menganut suatu agama, maka ia percaya kepada agama itu: dan bahwa nilai yang disebut demokrasi itu sesungguhnya bersumber dari Tuhan dan agama, adalah semata-mata urusan si pemeluk agama itu.

Demikian, ada seribu sisi mutiara dalam batin manusia. Ada berbagai kemungkinan dan kenyataan, yang tak dapat kita lihat hanya sebagai warna hitam dan putih belaka.

Sumber : Artikel Seseorang Yang aku tidak Tahu .. thanks

 

Desember 22, 2006 Posted by | Artikel Bebas | 4 Komentar

Perang Bar Kokhba

Perang Bar Kokhba (132-135 M) melawan Kekaisaran Romawi, yang juga dikenal sebagai Perang Yahudi-Romawi Kedua atau Pemberontakan Kedua Yahudi (dari tiga Perang Yahudi-Romawi), adalah pemberontakan besar kedua oleh orang-orang Yahudi dari Iudaea. Sumber-sumber lain menyebutnya Revolusi Ketiga, karena dihitung pula kerusuhan-kerusuhan 115-117, Perang Kitos, yang ditindas oleh Jenderal Quintus Lucius Quietus yang memerintah provinsi ini pada waktu itu.

Setelah penghancuran Yerusalem pada 70 M sebagai akibat dari gagalnya Perang Besar Yahudi, Sanhedrin di Yavne memberikan bimbingan rohani bagi bangsa Yahudi, baik di Yudea maupun di seluruh diaspora.

Penguasa Romawi mengambil langkah-langkah untuk mengawasi provinsi yang suka memberontak itu. Bukannya menempatkan seorang prokurator, mereka menempatkan seorang praetor sebagai gubernur serta menempatkan pula satu legiun penuh, X Fretensis.

Pada 130 M, Kaisar Hadrianus mengunjungi reruntuhan Yerusalem. Kaisar yang mulanya bersimpati terhadap orang-orang Yahudi itu, menjanjikan untuk membangun kembali kota itu, namun orang-orang Yahudi merasa dikhianati ketika mereka mengetahui bahwa ia bermaksud membangun kembali kota paling suci orang Yahudi ini sebagai sebuah metropolis kafir, dan sebuah kuil kafir yang baru yang akan dibangun di atas Bait Allah Kedua akan dipersembahkan kepada dewa Yupiter.

Satu legiun tambahan, VI Ferrata, ditempatkan di provinsi itu untuk memelihara ketertiban dan pekerjaan yang dilakukan pada 131 M, setelah gubernur Yudea Tineius Rufus melakukan upacara peletakan batu pertama Aelia Capitolina, nama baru yang direncanakan untuk kota itu. “Menggangsir Bait Allah” adalah sebuah pelanggaran keagamaan yang membuat banyak orang Yahudi melakukan perlawanan terhadap penguasa Romawi. Ketegangan-ketegangan semakin meningkat ketika Hadrianus melarang sunat (brit milah), yang olehnya, seorang Helenis fanatik, dipandang sebagai mutilasi. Sebuah mata uang Romawi yang bertulisan Aelia Capitolina dikeluarkan pada 132 M.

Rabi Akiva, seorang guru bijaksana Yahudi meyakinkan pihak Sanhedrin untuk mendukung pemberontakan yang direncanakan, dan menganggap pemimpin yang terpilih Simon Bar Kokhba sebagai Mesias Yahudi, menurut ayat dari Kitab Bilangan 24:17: “bintang terbit dari Yakub”. Bar Kokhba (dalam bahasa Aram berarti “Putra Bintang”.

Pada saat itu, agama Kristen masih merupakan sebuah sekte kecil dari Yudaisme, dan kebanyakan sejarahwan percaya bahwa klaim mesianik yang diberikan kepada Bar Kokhba inilah yang mengalienasikan banyak orang Kristen (yang percaya bahwa mesias sejati adalah Yesus), dan dengan tajam memperdalam skisma antara Yudaisme dengan orang Kristen-Yahudi. Komunitas Kristen di Yerusalem segera meninggalkan kota itu pada hari menjelang pengepungan Yerusalem pada 70 M.

Para pemimpin mesianik Yahudi dengan cermat merencanakan pemberontakan kedua untuk menghindari berbagaikesalahan yang telah melanda Pemberontakan Besar Yahudi enam puluh tahun sebelumnya. Pada 132 M., pemberontakan Bar Kokhba dengan cepat menyebar dari Modi’in di seberang wilayah itu, dan memotong pasukan-pasukan pengawal Romawi di Yerusalem.

Sebuah negara Yahudi yang berdaulat dipulihkan selama dua setengah tahun sesudah itu. Administrasi sipil yang fungsional dipimpin oleh Simon Bar Kokhba, yang mengambil gelar Nasi Israel (penguasa atau pangeran Israel). “Era penebusan Israel” diumumkan, kontrak-kontrak ditandatangani dan mata uang dicetak dengan tulisan yang sesuai (sebagian dicetak di atas mata uang perak Romawi).

Rabi Akiba memimpin Sanhedrin. Ritual keagamaan dirayakan dan korbanot (penyerahan kurban) dilakukan kembali di altar. Sejumlah upaya dilakukan untuk memulihkan Bait Allah di Yerusalem.

Dari Wikipedia

Desember 7, 2006 Posted by | Articles of Interest | Tinggalkan komentar

Tahun baru Amerika

TANGGAL TAHUN BARU

Kalender Romawi kuno menggunakan tanggal 1 Maret sebagai Hari Tahun Baru. Belakangan, orang Romawi Kuno menggunakan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun yang baru. Pada Abad Pertengahan, kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru. Hingga tahun 1600, kebanyakan negara-negara Barat telah menggunakan sistem penanggalan yang telah direvisi, yang disebut kalender Gregorian.

Kalender yang hingga kini digunakan itu menggunakan 1 Januari kembali sebagai Hari Tahun Baru. Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan tersebut pada tahun 1752. Kebanyakan orang memperingati tahun baru pada tanggal yang ditentukan oleh agama mereka. Tahun baru umat Yahudi, Rosh Hashanah, dirayakan pada bulan September atau awal Oktober. Umat Hindu merayakannya pada tanggal-tanggal tertentu. Umat Islam menggunakan sistem penanggalan yang terdiri dari 354 hari setiap tahunnya. Karena itu, tahun baru mereka jatuh pada tanggal yang berbeda-beda pada kalender Gregorian tiap tahunnya.

SEJARAH DAN CARA MERAYAKAN DI MASA LAMPAU

Kebanyakan orang di masa silam memulai tahun yang baru pada hari panen. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk meninggalkan masa lalu dan memurnikan dirinya untuk tahun yang baru. Orang Persia kuno mempersembahkan hadiah telur untuk Tahun Baru, sebagai lambang dari produktivitas. Orang Romawi kuno saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Bulan Januari mendapat nama dari dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Orang-orang Romawi mempersembahkan hadiah kepada kaisar. Para kaisar lambat-laun mewajibkan hadiah-hadiah seperti itu. Para pendeta Keltik memberikan potongan dahan mistletoe, yang dianggap suci, kepada umat mereka. Orang-orang Keltik mengambil banyak kebiasaan tahun baru orang-orang Romawi, yang menduduki kepulauan Inggris pada tahun 43 Masehi.

Pada tahun 457 Masehi gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Pada tahun 1200-an pemimpin-pemimpin Inggris mengikuti kebiasaan Romawi yang mewajibkan rakyat mereka memberikan hadiah tahun baru. Para suami di Inggris memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money, yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.

PERAYAAN MODERN

Sekalipun tahun baru juga merupakan hari suci Kristiani, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana.

Desember 5, 2006 Posted by | Articles of Interest | 1 Komentar