Yunianto Tri Atmojo

Let\’s change for the better future!

Apa Khasiat Susu dan daging Kambing?

Susu kambing memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan susu sapi, ataupun air susu ibu (ASI). Susu kambing memiliki daya cerna yang tinggi, memiliki tingkat keasaman yang khas, memiliki kapasitas bufer yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit tertentu.

Daging kambing sudah sangat populer bagi masyakarat. Berbagai macam jenis makanan tradisional diolah dari daging kambing seperti misalnya sate, sop, gulai, dan kare. Walaupun demikian, seringkali daging kambing dituding sebagai penyebab darah tinggi dan sakit jantung.

Berikut disajikan nilai nutrisi, kelebihan dan kelemahan susu dan daging kambing.

Susu kambing banyak direkomendasikan sebagai bahan substitusi bagi bayi, anak, dan orang dewasa yang alergi terhadap susu sapi ataupun berbagai jenis makanan lainnya. Pada bayi, alergi terhadap susu sapi (cow milk allergy) banyak dijumpai, akan tetapi mekanisme terjadinya alergi masih belum jelas. Bagi bayi yang alergi terhadap susu sapi jika diberikan susu sapi terus-menerus akan menyebabkan reaksi pembesaran lamina propia dan peningkatan permeabilitas molekur makro dan aktivitas elektrogenik lapisan epitel. Gejala klinis seperti ini akan hilang jika bayi tersebut diberikan makanan bebas susu sapi. Jadi, potensi susu kambing sebagai pengganti susu sapi pada bayi ataupun pasien yang alergi terhadap susu sapi sangatlah besar.

Gejala alergi terhadap protein susu biasanya timbul pada bayi yang berumur dua sampai empat minggu, dan gejalanya akan semakin jelas pada saat bayi berumur enam bulan.

Bagian tubuh yang terserang alergi ini adalah saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan kulit. Gejala-gejala yang tampak akibat alergi terhadap protein susu di antaranya muntah, diare, penyerapan nutrisi yang kurang sempurna, asma, bronkitis, migren, dan hipersensitif.

Gejala patologis yang terlihat pada bayi yang alergi terhadap susu sapi di antaranya iritasi usus halus, lambat pertambahan bobot badannya, volume feces yang berlebihan, dan bau yang khas. Akan tetapi, perlu diingat bahwa sering kali gejala ini dicampuradukkan dengan gejala tidak tolerannya seseorang terhadap laktose (lactose intolerance).

Kelebihan susu kambing

Susu kambing dilaporkan telah banyak digunakan sebagai susu pengganti susu sapi ataupun bahan pembuatan makanan bagi bayi-bayi yang alergi terhadap susu sapi. Alergi pada saluran pencernakan bayi dilaporkan dapat berangsur-angsur disembuhkan setelah diberi susu kambing.

Dilaporkan bahwa sekitar 40 persen pasien yang alergi terhadap protein susu sapi memiliki toleransi yang baik terhadap susu kambing. Pasien tersebut kemungkinan besar sensitif terhadap lactoglobulin yang terkandung pada susu bangsa sapi tertentu.

Diduga protein susu (-lactogloglobulin yang paling bertanggung jawab terhadap kejadian alergi protein susu.

Susu kedelai sering pula digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti susu sapi bagi bayi yang alergi terhadap susu sapi. Walaupun demikian, masih terdapat sekitar 20 persen-50 persen dari bayi-bayi yang diteliti memperlihatkan gejala tidak toleran terhadap susu kedelai. Oleh sebab itu, susu kambing bubuk lebih direkomendasikan untuk susu bayi. Panas yang digunakan selama proses pengolahan susu mengurangi reaksi alergi. Denaturasi panas merubah struktur dasar protein dengan cara menurunkan tingkatan alerginya.

Susu kambing mengandung lebih banyak asam lemak berantai pendek dan sedang (C4:0-C12:0) jika dibandingkan dengan susu sapi. Perbedaan ini diduga menyebabkan susu kambing lebih mudah dicerna. Ukuran butiran lemak susu kambing lebih kecil jika dibandingkan dengan susu sapi atau susu lainnya. Sebagai gambaran ukuran butiran lemak susu kambing, sapi, kerbau, dan domba bertutur-turut adalah: 3,49, 4,55, 5,92, dan 3,30 mm.

Dari hasil penelitian Mack pada tahun 1953 disimpulkan bahwa kelompok anak yang diberi susu kambing memiliki bobot badan, mineralisasi kerangka, kepadatan tulang, vitamin A plasma darah, kalsium, tiamin, riboflavin, niacin, dan konsentrasi hemogloninnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok anak yang diberi susu sapi. Disamping itu, susu kambing memiliki kapasitas bufer yang lebih baik, sehingga bermanfaat bagi penderita gangguan pencernaan.

Kandungan folic acid dan Vitamin B12 yang rendah merupakan kelemahan susu kambing. Selain kelemahan ini, susu kambing dapat dikatakan merupakan makanan yang sempurna.

Penyakit cardiovascular?

Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh USDA, daging kambing mentah memiliki kandungan lemak 50 persen-65 persen lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi, akan tetapi kandungan proteinnya hampir sama. Daging kambing juga memiliki kandungan lemak 42 persen-59 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan daging domba.

Hal yang sama juga dilaporkan untuk daging yang sudah dimasak. Disamping itu, persentase lemak jenuh daging kambing 40 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan daging ayam (tanpa kulit) dan masing-masing 850 persen, 1.100 persen, dan 900 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan daging sapi, babi, dan domba.

Berdasarkan hasil penelitian Devendra, asam lemak yang terkandung pada daging kambing sebagian besar (68,5-72,3 persen) terdiri dari lemak tidak jenuh. Daging kambing mengandung asam lauric, myristic, dan palmitic yang merupakan asam lemah tidak jenuh yang tergolong kedalam kelompok nonhypercholesterolemic masing-masing sebanyak 2,0, 2,6, dan 27,6 persen. Disamping itu, daging kambing mengandung asam lemak tidak jenuh oleic (C:18.1) sebanyak 30,1-37,0 persen, linoleic (C18.2) sebanyak 13,4 persen, dan linolenic (C:18.3) sebanyak 0,4 persen.

Kandungan kolesterol daging kambing ternyata hampir sama dengan daging sapi, domba, babi, dan ayam dan lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa produk susu dan daging ayam olahan dan makanan asal laut. Daging kambing mengandung kolesterol sebanyak 76 mg persen, sedangkan untuk daging sapi, ikan dan domba adalah 70 mg persen. Kandungan kolesterol daging babi dan ayam adalah 60 mg persen.

Tingkatan kolesterol darah kita kurang tergantung pada kolesterol yang terkandung pada makanan yang kita konsumsi. Kandungan kolesterol dalam darah lebih banyak tergantung pada jumlah asam lemah jenuh yang kita konsumsi, terutama rasio antara lemak polysaturated terhadap lemah jenuh.

Oleh sebab itu, untuk mengontrol tingkat kolesterol darah akan lebih efektif dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi makanan yang mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak polysaturated dan asam lemak monosaturated berada dalam kondisi tidak terlalu padat suhu ruang, sehingga tidak jarang kita melihat ada tetesan lemak pada karkas kambing yang digantung. Pengamatan terhadap tetesan lemak ini dapat digunakan sebagai salah satu metode sederhana untuk menentukan derajat kejenuhan lemak.

Hasil penelitian seperti yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa kambing tanpa mempertimbangkan umur, bangsa, dan daerah pemeliharaannya berperan dalam menyediakan daging berkualitas tinggi dan juga sumber lemak yang sehat dengan risiko mengonsumsi kolesterol yang minimum. Disamping itu, daging kambing mengandung lebih banyak zat besi, potassium, dan tiamin yang berhubungan dengan kandungan garam yang lebih rendah.

Daging kambing mengandung semua asam amino esensial dan mengandung lebih rendah kalori. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa susu dan daging kambing tergolong ke dalam bahan makanan yang bersahabat dan sehat untuk dikonsumsi, asalkan saja tidak secara berlebihan

Januari 15, 2007 Posted by | Kesehatan | 68 Komentar

Diabetes juga menyerang Anak – Anak

Selama ini, banyak orang masih memercayai diabetes identik penyakit usia lanjut (setidaknya setengah umur) dan penyakit keturunan. Padahal, belakangan ini DM menyerang siapa saja, tidak memandang usia dan status ekonomi. “Perubahan gaya hidup merupakan salah satu faktor penyubur timbulnya penyakit diabetes di Indonesia, dan banyak negara Asia lainnya, kata dr. Bambang Tridjaja, SpA(K), spesialis endokrinologi dan ketua Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Anak dan Remaja (Ikadar).

DUA TIPE DIABETES
Diabetes melitus adalah kondisi ketika tubuh tak bisa mengendalikan kadar gula dalam darah (glukosa), yang normalnya 60-120 mg/dl. Glukosa merupakan hasil penyerapan makanan oleh tubuh, yang kemudian menjadi sumber energi. Tapi, pada penderita DM, kadar glukosa ini terus meningkat sehingga terjadi penumpukan.

Mengapa pengaturan glukosa ini tak terkendali? Penyebabnya, karena terjadi gangguan pada kelenjar pankreas. Pada pankreas terdapat sel kecil khusus yang dinamakan sel beta atau dikenal juga sebagai ‘pulau-pulau Langerhans’, yang menghasilkan hormon insulin. Hormon inilah yang menjadi kunci pengatur pengiriman glukosa ke seluruh tubuh.

Jika dilihat dari ketergantungannya pada insulin, ada dua jenis DM, yakni:
Tipe I (insulin-dependent)
Seseorang dikatakan menderita DM Tipe I (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus), jika tubuh memerlukan pasokan insulin dari luar sepenuhnya. Penderita DM Tipe I ini, selain sudah memiliki bakat (faktor genetis), biasanya juga karena ada faktor pencetusnya. Namun, faktor pencetus ini hingga kini belum diketahui pasti.

DM Tipe I muncul tiba-tiba pada masa anak-anak (di bawah usia 20 tahun), dengan gejala, antara lain, berat badan menurun tanpa sebab jelas, kelelahan terus-menerus, sering buang air kecil dan sering merasa lapar dan haus.

Tipe II (non insulin-dependent)
DM tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi jika pasokan insulin dari pankreas tidak mencukupi, atau sel lemak dan otot tubuh kebal terhadap insulin. Akibatnya, terjadi gangguan pengiriman glukosa ke seluruh sel tubuh. Faktor kelebihan berat badan dan kurang olahraga ditengarai sebagai penyebab terjadinya DM Tipe II.

Umumnya, penderita tak menyadari datangnya penyakit ini. Apalagi, DM Tipe II nyaris tanpa gejala. Gejala awalnya paling-paling berupa keluhan ringan, seperti sering kesemutan atau sakit kepala. Selain itu, selama ini orang sering menganggap bahwa DM Tipe II hanya diderita orang-orang lanjut usia. Padahal, kini sudah terbukti, penyakit ini sudah menghinggapi kalangan muda, bahkan anak-anak!

JAGA ANAK-ANAK ANDA
Obesitas atau kegemukan dan perubahan gaya hidup, menurut dr. Bambang, memang jadi problem tersendiri. Empat dari lima penderita DM Tipe II ternyata memiliki kelebihan berat badan.

Pada anak-anak, kasus obesitas mengakibatkan diabetes belum banyak terdata. Tapi, penelitian FKUI dan FK Universitas Padjadjaran (2001), terhadap kalangan remaja (SMP dan SMU) yang digolongkan obesitas di Bandung dan Bogor bisa jadi cerminan. Penelitian ini menunjukkan, sekitar 8% dari mereka yang kelebihan berat badan itu mengalami gangguan toleansi glukosa. “Keadaan ini belum menunjukkan gejala DM. Tapi, tinggal selangkah lagi menuju DM, jika tidak memperbaiki gaya hidup,” ujar dr. Bambang.

Apalagi, penelitian di luar negeri menunjukkan, 80% anak remaja yang obesitas cenderung menjadi orang dewasa yang obesitas pula. Sedangkan pada anak-anak penderita obesitas, sekitar 30%-40%-nya menjelma jadi orang dewasa yang juga obesitas. Akibatnya, diabetes pun makin mudah datang.

Hingga saat ini, tambah Bambang, obesitas yang mengakibatkan diabetes pada anak-anak memang belum banyak terjadi di Indonesia. Tapi, bisa jadi akibat kasusnya tidak terdata.
Nah, agar anak Anda terhindar dari obesitas yang mengakibatkan diabetes, berikut ini beberapa saran mencegahnya:

Kembali pada menu 4 sehat 5 sempurna.

Berikan anak-anak bekal sekolah yang sehat.
Ajarkan menghitung kalori sejak dini. Hingga usia 12 tahun, bisa dipakai rumus: 1.000 + (umur x 100) kalori. Jadi, jika usianya 10 tahun, kebutuhan kalorinya 1.000+ (10×100)=1.100 kalori. Komposisi lemak tidak boleh dari 30% dari total kalori, karbohidrat 50%-60%, dan sisanya protein dan vitamin.
Beri pengetahuan kandungan nutrisi kepada anak-anak, terutama fast food.

Terapkan rutin berolahraga. Misalnya, jalan pagi bersama.

Sediakan camilan bergizi.
Biasakan makan teratur, yaitu tiga kali makan besar (pagi, siang, dan malam), dan di antaranya (pukul 10 dan pukul 15), makan kecil. Untuk anak-anak, makan kecil bisa es krim, roti, atau buah.
Jadilah role model bagi anak-anak. Tak mungkin mereka bersedia bergaya hidup sehat, jika ayah-ibunya berlaku sebaliknya.

Oktober 7, 2006 Posted by | Kesehatan | 2 Komentar